
"Secara kualitas, koki Indonesia nggak kalah. Mungkin karena koki asing, ada semacam nilai lebih yang tak sadar tersematkan," ujar Effendi, Penasehat Indonesia Chef Association (ICA), yang juga koki Jogjakarta Plaza Hotel, Senin (16/11).
Masuknya koki-koki asing, terutama koki muda, menurut Effendi, tak lepas dari kebijakan World Cook Associate Society. Asosiasi koki internasional itu menyatakan bahwa yang diakui sebagai koki adalah mereka yang telah berumur 42 tahun ke atas.
"Pertimbangannya adalah, di usia 42 tahun, paling tidak koki sudah berpengalaman 10 tahun lebih. Tentu saja hal itu bukan berarti koki-koki muda kurang berkualitas. Namun ada hal terkait pengalaman yang belum didapat koki muda," katanya.
Kokisenior, sudah secara insting mahir memasak dan mengurus manajemen dapur. Tak hanya memasak dan mempertahanan rasa masakan, namun juga pandai mengkoordinir bawahannya. Koki senior harus bisa mengolah emosi dan membimbing bawahannya agar tak dampaknya tak berimbas ke rasa masakan.
"Koki senior bisa membedakan misalnya jenis terigu, dan bahan-bahan lain, hanya dengan menyentuh atau membaui. Juga, bisa meramu bahan agar rasa masakan sama. Ini tak mudah karena bahan-bahan mentah, di setiap daerah tidak sama rasanya," katanya.
Koki di luar negeri, tambah Effendi, tenaganya banyak mengajar kursus memasak dengan imbalan pantas. "Jakarta sudah terlihat seperti itu. Namun di Yogyakarta belum. Sepertinya harus mulai digencarkan kursus memasak di Yogya," ucap dia.
Public relations Officer Jogjakarta Plaza Hotel Adventa Pramushanti mengatakan, peran koki sangat vital bagi hotel. Sebab, tamu langganan pasti akan menghapal dan fanatik dengan menu-menu tertentu yang hanya bisa dibuat oleh sang koki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar